Wednesday, November 6, 2019

Kajian Kitab Nashaihul Ibad


Sepuluh Golongan Manusia Yang Dicintai Oleh Iblis dan Pasukannya
(Oleh: Giyarsi, S,Sy., M.Pd)


Allah SWT telah memperingatkan umat manusia tentang sosok Iblis yang akan terus menggoda anak cucu Adam agar menjadi sahabat setianya, di dunia hingga di akhirat kelak. Sebagaimana yang telah diterangkan oleh Allah dalam surat Al-Kahf ayat 50,: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim”.Allah juga menjelaskan tentang sumpah Iblis yang akan terus menggoda manusia untuk mengikuti jalannya yang sesat, sebagaimana firman-Nya dalam surat al ‘afaal ayat 16-17: “iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).”
Agar terhindar dari godaan Iblis dan memenangkan peperangan dengan Iblis dan pasukannya, maka manusia harus mengenali secara detail tentang sifat dan perbuatan manusiayang dicintai oleh Iblis. Banyak hadis yang menjelaskan tentang sifat dan perbuatan manusia yang dicintai oleh Iblis, diantaranya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori tentang pertanyaan yang diajukan oleh Rasulullah SAW mengenai golongan manusia yang dicintai oleh Iblis.

عن ابن عباس رضي الله عنهما، أنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ذات يوم لإبليس عليه اللعنة : كم أحباؤك من أمتي قال عشرة نفر أولهم الامام الجائر و المتكبر والغني الذي لايقبلى من أتن يكتسب المال و في ماذا ينفق و العالم الذي صدق الأمير على جوره و التاجر الخائن والمحتكر و الزاني واكل الربا و البخيل الذي لايبالي من أين يجمع المال و شارب الخمر المدمن عليها.

Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, “pada suatu hari, Rasulullah SAW bertanya kepada Iblis la’natullah, “ada berapa golongan kekasihmu dari umatku?” Iblis menjawab, “sepuluh golongan: yang pertama pemimpin yang dholim, orang yang sombong, orang kaya yang tidak menghiraukan dari mana ia memperoleh harta dan dalam hal apa ia menafkahkan, orang berilmu yang membenarkan keputusan-keputusan penguasa yang dholim, pedagang yang hianat, penimbun barang, pelaku zina, pemakan riba, orang bakhil yang tidak peduli dari mana ia mengumpulkan harta, dan peminum khomer yang telah kecanduan.” 

Dalam hadis di atas dijelaskan bahwa Iblis menjawab ada sepuluh golongan manusia yang dicintai oleh Iblis dan pasukannya, yaitu:Yang pertama, pemimpin yang zalim (dalam riwayat lain dikatakan hakim yang tidak adil). Maksudnya adalah seorang pemimpin yang tidak berlaku adil dan semena-mena terhadap rakyatnya. Yang dimaksud disini bukan hanya berlaku kepada pemimpin suatu wilayah atau pemerintahan saja, melainkan juga para penegak hukum seperti hakim, polisi, jaksa,  dan pengacara, bahkan juga pada setiap individu, karena mereka adalah pemimpin dalam keluarganya dan dirinya sendiri. Setiap pemimpin yang dholim akan selalu membuat kerusakan bagi rakyat dan negaranya. Syekh Nawawi memberikan penjelasan dengan sabda Nabi Muhammad SAW,
من دعا لظالم بالبقاء فقد أحب أن يعصى الله في أرضه
“Barang siapa mendo’akan pemimpin yang dholim untuk tetap dalam kepemimpinannya, maka sesungguhnya ia senang jika Allah berbuat kerusakan di negaranya.”

Yang kedua, orang yang sombong (takabbur). Syekh Nawawi memberikan penjelasan dengan sabda Nabi Muhammad SAW
يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمْ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَيُسَاقُونَ إِلَى سِجْنٍ فِي جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُولَسَ تَعْلُوهُمْ نَارُ الْأَنْيَارِ يُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ. (رواه الامام أحمد و الترمذي)
Pada hari kiamat orang-orang yang sombong akan digiring dan dikumpulkan seperti semut kecil, di dalam bentuk manusia, kehinaan akan meliputi mereka dari berbagai sisi. Mereka akan digiring menuju sebuah penjara di dalam Jahannam yang namanya Bulas. Api neraka yang sangat panas akan membakar mereka. Mereka  akan diminumi nanah penduduk neraka. 

Yang ketiga, orang kaya yang tidak memperdulikan dari mana ia mendapatkan hartanya dan untuk apa harta itu dinafkahkan.
Yang keempat, orang pintar (berilmu pengetahuan luas) yang membenarkan keputusan-keputusan dari penguasa yang zalim. Rasulullah SAW bersabda:
من أفتى بغير علم لعنته ملائكة السماء و الأرض. رواه ابن عساكر
“Barang siapa memberikan fatwa tanpa didasari dengan ilmu, maka Malaikat langit dan bumi akan melaknatnya.”

Kelima, pedagang yang khianat. Yaitu pedagang yang melakukan penipuan, baik dalam hal kualitas barang yang diperdagangkan maupun mengurangi timbangan. Bila membeli sesuatu, ia selalu meminta ditambah, namun saat menjualnya, ia melakukan kecurangan dengan menguranginya. Demikian juga pada pengerjaan proyek-proyek tertentu, yang membeli barang dengan kualitas rendah untuk meraih keuntungan berlipat ganda (mark up).
Keenam, pedagang yang menimbun barang.Yaitu pedagang yang membeli barang-barang kebutuhan pokok dan menimbunnya, kemudian menjualnya dengan harga yang lebih mahal ketika orang-orang sangat membutuhkan barang tersebut. Syekh Nawawi menjelaskan tentang akibat dari menimbun barang dagangan dengan sabda Rasulullah SAW.,
من احتكر على المسلمين طعامهم ضرب الله بالحذام و الإفلاس
“Barang siapa menimbun makanan orang-orang muslim, maka Allah akan menghukumnya dengan kehancuran dan kepailitan.”

Ketujuh, orang yang berzina. Zina merupakan perbuatan yang sangat tercela. Disamping menimbulkan kerusakan kepada diri sendiri, zina juga membawa aib bagi keluarga, masyarakat dan keturunan yang dihasilkan dari zina. Karena banyaknya madharat yang ditimbulkan dari perbuatan zina ini, Rasulullah SAW sangat menekankan pada umatnya untuk menjauhi zina. Syekh Nawawi memberikan penjelasan dengan sabda Nabi Muhammad SAW, 
إياكم و الزنا فإن فيه أربع حصال : يذهب البهاء من الوجه و يقطع الرزق و يسخط الرحمن و يستوجب الخلود في النار (رواه الطبرانى)
“Jauhilah zina, karena sesungguhnya di dalam zina itu terdapat 4 hal: hilangnya kewibawaan dari wajah, terputusnya rizqi, hilangnya kasih sayang dan kekal di neraka” (H.R. At Thobrani)

Kedelapan, orang yang memakan riba. Diriwayatkan dalam sebuah hadis
إن أكل الربا يعذب من حين يموت إلى يوم القيامة بالسباحة في بحر أحمر مثل الدم وأنه يلقم الحجارة كلما ألقم حجرا سبح به ثم عاد فاغرا فاه فيلقم اخرا و هكذا إلى البعث.
“sesungguhnya pemakan riba akan disiksa sejak ia mati hingga hari kiamat dengan berenang di lautan merah yang menyerupai darah”

Kesembilan, orang kikir yang menumpuk-numpuk harta dan tidak mau mengeluarkan harta di jalan Allah. Ia begitu bangga dengan kekayaan dan enggan mengeluarkan zakat, bersedekah, memberikan sumbangan untuk perjuangan di jalan Allah, maupunmendermakan kepada masyarakat yang membutuhkan. Dia merasa semua yang diperolehnya merupakan usahanya sendiri tanpa bantuan orang lain. Syekh Nawawi memberikan penjelasan dengan sabda Nabi Muhammad SAW,
ما تلف مال في البر ولا بحر إلا بمنع الزكاة
Tidaklah ada suatu harta kekayan yang hancur di lautan atau di daratan, melainkan karena pemiliknya tidak membayar zakat.”

Kesepuluh, peminum khamar yang kecanduan. Syekh Nawawi memberikan penjelasan dengan sabda Nabi Muhammad SAW,
روي أنه صلى الله عليه و سلم قال : من شرب خمرا خرج نور الإيمان من جوفه (رواه الطبرانى)
Diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “barang siapa meminum khomer maka keluarlah cahaya iman dari perutnya.” (H.R. Thobroni).

Wallahu a’lamu bishshawwab.

Wednesday, October 30, 2019

Kajian Kitab Nashaihul Ibad


Kajian Kitab Nashaihul Ibad Karya Syekh Nawawi Banten
Lima Hal Esensial dalam Meraih Kebahagiaan
(Oleh : Badrun Taman)

Tiada satu pun manusia ketika ditanya tentang dua hal, apakah anda ingin hidup bahagia atau tidak?, kecuali ia menjawab ingin bahagia. Semua aktifitas yang dilakukan manusia berorientasi kepada peningkatan kualitas kehidupan agar meningkat kebahagiaannya. Bekerja mencari nafkah, belajar hingga jenjang pendidikan yang paling tinggi, berkarir dalam bidang politik hingga menduduki jabatan yang teratas, hingga mengabdikan diri kepada kepentingan sosial, dilakukan dalam dalam rangka meraih kebahagiaan dalam kehidupan.
Islam datang juga memiliki misi mengantarkan manusia ke dalam kebahagiaan. Bahkan semua tuntunannya tidak hanya berorientasi kepada kebahagiaan lahiriah-duniawiah, tetapi juga kebahagiaan batiniah-ukhrawiah. Dalam rangka meraih kebahagiaan, dalam Islam, seseorang tidak hanya diperintahkan menjalankan tuntunan pada aspek lahiriah-formal, melainkan juga diharapkan memahami dan menjiwai makna dan tujuan terkandung dalam setiap tuntunan, kemudian membawa dan menerapkan makna dan tujuan tersebut dalam semua aktifitas kehidupannya.
Salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang bernama Abdullah ibn Amr ibn ‘Ash Radliyallahu ‘anhuma pernah suatu ketika mengutarakan 5 hal penting sebagai makna dan tujuan dari tuntunan agama. Ketika 5 hal esesnsial ini diterapkan dalam seluruh aktifitas, baik aktifitas ibadah maupun muamalah, maka seseorang akan mendapatkan kebahagiaan bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Sebagaimana dikutip oleh Syekh Ibn Hajar al-‘Asqalani yang dijelaskan kembali oleh Syekh Nawawi Banten, bahwa Abdullah ibn Amr ibn Ash radliyallahu ‘anhuma berkata:

خَمْسٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ سَعِدَ فِي الدُّنْيَا وَالْأَخِرَةِ: أَوَّلُهَا أَنْ يَذْكُرَ لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ وَقْتًا بَعْدَ وَقْتٍ، وَإذَا ابْتُلِيَ بِبَلِيَّةٍ قَالَ إِنَّا للهِ وَإِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ وَلَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ، وَإِذَا أُعْطِيَ بِنِعْمَةٍ قَالَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ شُكْرًا لِلنِّعْمَةِ، وَإِذَا ابْتَدَأَ فِي شَيْءٍ قَالَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ، وَإِذَا أَفْرَطَ مِنْهُ ذَنْبًا قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

“Lima hal, siapapun yang hal tersebut ada pada dirinya, maka bahagia di dunia dan akhirat: pertama, ia ingat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, di setiap waktu. (kedua) ketika diuji dengan cobaan, ia berkata, “sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali, serta tiada daya dan kekuatan kecuali sebab Allah Dzat yang Maha Luhur dan Agung”. (ketiga) ketika diberi ni’mat, ia mengucapkan, “segala puji bagi Allah Dzat yang mengatur seluruh alam”, sebagai ungkapan syukur terhadap nikmat. (keempat) ketika mengawali sesuatu, ia mengucapkan, “dengan asma Allah Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang”. (Kelima) Ketika keluar darinya perbuatan dosa, ia mengucapkan, “Aku meminta ampunan kepada Allah Yang Maha Agung, dan aku bertaubat kepada-Nya”.   

Hal pertama yang hendaknya diterapkan seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan adalah senantiasa ingat di setiap saat bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Ini adalah makna dan tujuan utama semua tuntunan ajaran Islam, yaitu dalam rangka meng-esakan Allah Subahanahu Wata’ala dan membenarkan kerisalahan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ketika makna ini dibawa dalam kehidupan di setiap waktu, maka aktifitas yang dilakukan seseorang hanya karena dan berorientasi kepada Allah dan Rasulullah. Tidak hanya itu, ia juga melakukan aktifitas tersebut dalam rangka zikir kepada Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah. Aktifitas yang dilakukan murni untuk dan karena Allah dan Rasulullah, yang di dalamnya terdapat ruh zikir memberikan energi positif yang mengantarkan seseorang kepada ketenangan hati dan kebahagiaan.
Kedua, setiap mendapatkan ujian atau musibah, seseorang hendaknya tersadar akan hakikat dirinya, bahwa dirinya dan segala hal yang melekat padanya adalah milik Allah. Ini adalah esensi kedua dibalik diperintahkannya manusia beribadah kepada Allah. Semua adalah titipan dari Allah bahkan dirinya sendiri pun. Karena titipan, maka bukan miliknya, tapi milik Allah, sehingga Allah berhak penuh atas milik-Nya tersebut, yang pada saatnya semua itu akan diambil kembali oleh Allah. Jika penjiwaan ini diterapkan, maka seseorang yang tertimpa ujian akan menghadapinya dengan sabar bahkan ridlo akan ketentuan Allah yang telah diberikan kepadanya. Kebanyakan orang mengalami keterpurukan ketika mendapat ujian, karena ia merasa bahwa harta, raga, dan semua yang melekat pada dirinya adalah miliknya, bukan milik Allah. Sehingga ia merasakan kehilangan atas sesuatu yang telah diambil oleh Allah, Sang Pemilik Hakiki.  
Kemudian, dalam mencari solusi atas ujian, seseorang hendaknya menjiwai bahwa sekuat apapun usaha yang dilakukan, akan berhasil memberikan solusi jika dikehendaki oleh Allah. Karena tiada daya dan kekuatan kecuali sebab Allah. Artinya seseorang harus berusaha menghilangkan pengakuan bahwa dirinya memiliki kekuatan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Banyak orang yang berputus asa ketika tidak kunjung selesai masalahnya, karena ia tidak mengembalikan kepada Allah segala kehendak dan kuasa yang dimilikinya. Padahal jika ia bertawakkal, menjiwai bahwa semua gerak dan diamnya sebab Allah, maka Allah akan mencukupinya, dan ia akan bahagia.
Esensi ketiga, semua tuntunan yang diberikan adalah dalam rangka mengajarkan dan mengingatkan manusia untuk senantiasa bersyukur kepada Allah. Oleh karenanya, pada saat mendapat nikmat, seseorang hendaknya mengembalikan segala pujian kepada Allah. Hal ini karena kenikmatan tersebut adalah pemberian dan titipan Allah. Penerapan hal ini akan mengantarnya kepada penjagaan dan penggunaan kenikmatan tersebut sesuai dengan keinginan Dzat Yang Maha Memberi Nikmat. Inilah makna syukur. Meskipun lisan mengucapkan hamdalah, namun tidak disertai dengan penggunaan nikmat kepada hal-hal yang diridlai Allah, belum dikatakan syukur yang sebenarnya. Kabar baiknya, Allah sangat senang kepada hamba-Nya yang bersyukur hingga Dia menjanjikan tambahan-tambahan kenikmatan sebagai apresiasi syukurnya tersebut. Seseorang yang senantiasa bertambah kenikmatan karena bersyukur, akan dapat meraih kebahagiaan di dunia hingga di akhirat kelak.
Keempat, segala yang diperintahkan oleh Allah kepada manusia memiliki makna bahwa hanya kepada Allah seseorang menyembah (beribadah) dan hanya kepada-Nya seseorang memohon pertolongan, sehingga seseorang hendaknya senantiasa berusaha mengawali aktifitasnya dengan bismillah, menyebut nama Allah. Aktifitas yang tidak diawali dengan ingat kepada Allah berpotensi kepada amal yang berorientasi kepada selain Allah dan ketidak berkahan aktifitas yang dilakukan. Makna yang lebih dalam dari bismillah sendiri adalah pengakuan dalam hati bahwa billah, sebab Allah, seseorang telah melaksanakan aktifitas, dan billah, sebab Allah, seseorang akan melaksanakan aktifitas. Artinya, mengawali aktifitas dengan bismillah yang juga dijiwai maknanya dalam hati, secara tidak langsung sebagai bentuk permintaan pertolongan hamba kepada Allah agar dilancarkan segala aktifitasnya dan diberikan hasil yang berkualitas dan bermanfaat. Ini sebagai modal seseorang dalam mencapai kebahagiaan.
Kelima, setiap tuntunan yang diperintahkan memiliki fungsi ganda, pertama sebagai wasilah atau perantara mendapatkan hasanat atau kebaikan-kebaikan, dan kedua sebagai perantara menghapus kesalahan-kesalahan. Dalam menjalankan tugasnya, seseorang tidak akan pernah luput dari kekurangan dan kesalahan. Hal ini dapat ditutupi dengan berbuat kebaikan yang sebelumnya diawali dengan memohon ampunan dari Allah atas segala kesalahan. Setiap kesalahan atau dosa yang diperbuat seseorang akan berakibat kepada munculnya energi negatif yang mengganggu kebahagiannya. Dengan beristighfar dan bertaubat, energi negatif tersebut akan dihapus dan diganti oleh Allah dengan energi positif sehingga mengembalikan bahkan meningkatkan kebahagiaan seseorang tersebut. Kebahagiaan itu akan ia raih di dunia hingga di akhirat.
Kelima hal di atas adalah hal esensial yang hendaknya kita terapkan dalam kehidupan agar mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Jadikan ke lima hal itu sebagai ruh dari semua aktifitas yang kita lakukan. Wallahu A’lam bi al-shawab.












Kajian Kitab Nashaihul Ibad

Sepuluh Golongan Manusia Yang Dicintai Oleh Iblis dan Pasukannya (Oleh: Giyarsi, S,Sy., M.Pd) Allah SWT telah memperingatkan umat ...